langit merah di atas Timika. Selestinus, perjaka tugur dengan bahu
rata; bangun dari makam suku dan pergi dari sunyi hutan sagu.
Bundanya hamparan tanah; beri ia perawan molek, hitam tanpa beha.
Engkaukah, Selestinus itu? Puing beteng di timur matahari
dengan tombak dekat ke bahu dan kapak pahat dari batu
Ya, o ya, aku Tinus dari makam suku, karah bulan dan renjana biru
Dengan mata kejora hilirkan kali, terdampar di bumi Jawa ini.
langit merah di atas Timika. Memayung perawan molek bumi Papua
bertahun-tahun Ia diperkosa. Mulut susunya dihisap, mulut matanya
dihisap; dihisap pula mulut-mulut lainnya.
Selestinus, mulutnya sakit, memerah saga warna matanya, memerah pula
kulit tifanya. Maka dicambukinya dengan dendam patah-patah
Ya, o ya, aku Tinus Separatus. Bapakku mati sebab dikebiri
Dikuliti hitamnya di zona tambang Tembagapura.
langit merah di atas Timika. Selestinus hilang masuk barisan
dengar genderang makin bertalu. Ia datang mengepung kota pelan-pelan
mulutnya bertahun membisu dan Jakarta yang buram terpeta
di benakmu. Selestinus Separatus hitam kulitnya menembus malam
dengan tombak dekat bahu dan menghitam kapak pahat dari batu.
- Semarang, 2000.
Thursday, July 16, 2009
serenada langit merah
4:05 AM
No comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment