I
Hantu tanah serupa malam ia kini
Yang siangnya dilebur peluh petani
Dan gelap telah mengandungkan jerit hati
Sesungguhnya, diam-diam
Kota telah dikepung perkara
Priyayi, polisi, bupati dan tentara
Berbaris merapatkan kisi-kìsi rumahnya
: siapa telah mengajarkan bahasa hantu itu
Di tengah orang-orang santun dan lugu?
Keonaran muncul di rumah Baluwerti
Belenggu pagar tergoyang
Sinar dan angin telah menegurnya
Hantu malam serupa tanah
Mengepung cikal bayangan.
II
Bukan sekedar debu -kataku- jika orang dari atap Jakarta itu
Tiba dan bicara soal kemakmuran, pengangguran dan
Desa-desa yang direndahkan.
Yang terbelakang, kumuh, norak peradabannya,
Khutbah tiap Jum'at dilangsir reperti kereta
Yang memuat kepentingan siapa?
-kalian, tiap hari, tiap kali, omong besar kepentingan desa ini
tetapi di baliknya menebalkan perbudakan tua saja-
: bagaimana mungkin bìcara keadilan dan kemakmuran
Ketika petani berubah jadi kuli di tanahnya sendiri
sebab merdeka buat mereka malah terbebas
dari lahan garapannya; ketika buruh-buruh dihirap keringatnya,
sepanjang masa dan upahnya makin pahit saja!
sementara langit makin meninggi dan
pelangi tak bakalan muncul-muncul lagi
© nogoraji, 2000
Thursday, July 16, 2009
situs kota
4:51 AM
No comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment