01..

“01..

Saturday, July 13, 2019

keranda itu berjalan ke rumah ku

dan keranda itu pun akhirnya berjalan ke rumahku yang rapuh tapi tegar sebab dibangun di atas ombak jauh dari pasir namun tetap dekat ke pesisir lama kutolak duka yang mengiring di belakangnya, cahya lenguh antara gumuk kelanangan dan ngarai yang kini cemas tertimbun di sana lalu cinta kita hampir jadi ladang Kurusetra dendam dialirkan melengkungi pelangi : duka pun sekarat saat kita teraniaya dan keranda itu pun akhirnya berjalan ke rumah ku pelan tapi pasti menyisakan daunan kering dan impian yang berserakan di meja...

pada titik nadir

pada titik nadir bulan redup tengah malam terkulai janji daun basah tanah mengembun duka memanggil-manggil batu di hati mu! © gombong, 7 november 20...

hadrah kadisah

seperti ruby dan pantulan cahya matahari di atas mimbar itu inginNya aku mengabarkan getar tsunami dalam gelap dan sunyi bahwa ibuku telah ada dikuburkan sejak sejarah parafasik dan kebenaran yang kalian abaikan itu : maka inilah takdirKu genderang perang hadrah adalah suara dauh, getah pohonan dan warna cakrawala saat sunset tiba mengantar peraduan yang tak boleh kelambu melenakan kami semua malam dan siang bagai ruby dan pantulan cahya matahari tak bakal padam mengepung ! © ambal, 18 november 20...

sajak Ling-Lung

: jangan sedih, angin menerbangkan burung kecil itu di ujung dahan bambu dan kita jadi pengantin di bawahnya ! dalam sakit yang kedua tak habis kutafsir arak mendung yang tiap hari berubah coraknya dan tiap saat tak sama bentuknya tiap sampai waktunya selalu tanya yang engKau yang Mana? ling lung ling lung ling lung dalam sakit yang kedua belum kering air di mata berulang kubaca pola pada rentang pasir di gumuk-gumuk pesisir yang pagi jadi lekukan tapi sore jadi tangisan yang ayatMu yang manaMu? ling lung ling lung ling lung...

Friday, July 12, 2019

stambul bambung-silah

telah hilang nyala kunang dari gerimis dari embun tiap huma dan orang-orang yang terjaga impian telah lapuk patung pasir di puncak gumuk bambung, mengekor klangsir ratu adil tanpa rumah berpuluh tahun beratus tahun para petinggi yang durhaka kurang tinggi naik menara antara batu dan dewa-dewa silah, sayap kupu-kupu runtuh sebelah pada bumi tanpa tanah kearifan telah padat membatu dan berubah jadi mesiu lalu tentara membakarnya di mana-mana telah hilang nyala kunang dari malam yang terkekang mengusut anak-anak...

stambul rumah kubah

dan rumah-rumah kubus pun didirikan mengganti serambi dan pelataran zaman yang makin riuh menegakkan masasilam yang kumuh : kenapa kau pagari tempat suci ini saat pintu dan batas dunia telah terbuka ? dan rumah-rumah pun diasingkan menjauhi kubah dan kaidah zaman yang meriah mengubur semua kenangan indah © watucongol, 2 desember 20...

stambul gumuk Kwadonan

di gumuk Kwadonan cahya rembulan terbunuh jejak lembu sisakan keluh angin menghilir hingga pesisir begitu juga rambut perempuan di sana memahat batu menjelma batu di gumuk Kwadonan senja berkawin dengan mayat melayani malam-malam kesumat tak ada lagi impian tak ada keberanian birahi dalam keranda mendesak mu ke penjara di gumuk Kwadonan alam tua meretas tembang tua ..swarga aku nunut neraka aku katut.. : duh, dan aku mencumbu mayatMu ! © setro, 24 agustus 20...

stambul gumuk Klanangan

di gumuk Klanangan, sebab angin memindai garam, masalalu memedihkan udara, dan luka kembar di tubuh kita. sedang bisik layup para tetua, bagai rumputan kering, diaduk angin yang berpusing. : kita telah lama abai, dan lebih banyak mengandai. di gumuk Klanangan, sejarah peradaban tak berbunyi, kearifan yang dibangun angin, beratus tahun dicekam dingin. dan saat cuaca bersalin rupa, serbuan serdadu dari arahmu, menikam belati dan mesiu. : kita telah lama abai, dan lebih banyak mengandai. di gumuk Klanangan, bukan...

Thursday, July 11, 2019

stambul rumah tumbuh

telah tumbuh rumah di antara sela tetirah rinduMu menutupkan sepiKu menguncikan ingin aku segera pula menyatu telah tumbuh rumah dinding lahat yang tergoyah pekak suara toa dari masjidmasjid yang menua inginlah kami segera bangun kembali telah tumbuh rumah dari jejak yang tengadah tapi mereka merubuhkannya sekejap membabibuta dan rumah yang tumbuh kini penuh dengan cacimaki © kebumen, agustus 20...

stambul sang Pemanah

seorang Pemanah. Tak cuma percaya dari apa yang dilihat oleh matanya yang kasat. Tak ia –sertamerta- melepas anaknya begitu saja sebelum yakin. Keyakinan berada di pusat kalbu, di antara aura dan batu-batu. Bebatuan yang ditempa laku jagad, bersama waktu : bersama diri Mu ! seorang Pemanah. KarenaNya mengerti, kapan hati ditetapkan memagar masa pada kisi. Memutar cakra di matahari, saat ada yang harus mati dan air pun mengalir dari matamu dari dukamu dari kematian anakanak yang dilepas di jalanan. Dan dari katakata : yang...

tetralogi ketiga: Zuhdi-Rara Yatmi

dengan menisik lenguh dalam angin, Zuhdi bersila di barat gapura ruyak rindu lama sewindu, impian tiga ribu petani semangka dibirukan, langit kusamNya usai matahari tergelincir digoyang barisan seratus kafir lalu sang Garba dengan padma tua, di bawah pusarnya menyalakan api cinta para piatu, satu-satu “lekatkan rinduMu ke sini, Zuhdi..”, seru Yatmi rikuh berkali-kali, gandewa yang meregang payung dukuh do’a suci debur ombak Klangsir dari jauh “begini dalamkah dukaMu, Rara..”, Zuhdi menyela kembang-kembang tunjung mekar...

Wednesday, July 10, 2019

tetralogi kedua: Drupadi-Lima

(telah dilayani ke lima, dalam rahasia candi Sapta Arga dimana jejak melingkar itu, ragu menua pada waktu) dan hujan pun menderas dipermainkan sebelum isi gelas mengering sebelum daun rimba Astinapura menguning sedang di luar serambi Dadu tak ada yang tahu betapa Ku ! : betapa dunia telah dibelah sungkawa anak-anak Pendawa melambungkan wangi Bakung di Kurusetra, kembar pelangi menguwung penjara bidadari dan malaikat suci maka tak pernah sampai aku menyeru Mu oleh guntur Dursasana itu. lalu daun dan dunia disucikan pada...

tetralogi pertama: wisrawa-sukesi

telah didirikan benang basah itu mengubun langit di atas Wisrawa dan anak Sumali, bagai awan kapas ditiupkan angin satu paras ranum cinta yang mengalir cahya di Alang Kumitir ˝yayi Sukesi, Kau lihatkah sang imam itu menyibak serambi masjid dalam pantai˝ ˝begitulah, Begawan.. tetapi apakah semua ini paras cahya dari sepi..˝ maka langit-bumi berpagut pada ujung tangga bianglala menggetar batu-batu di gerbang Kahyangan mengguruh Guru-Uma di jasad keduanya kedengkian dewa-dewa mengukir kerat sepi jadi api luruhkan wangi...

Monday, September 7, 2015

serenada perahu gabus

Kau bìlang perahu ini retak lambung. Tiangnya patahnyaris tenggelam ke tengah, ketikaBintang jauh kembali mengapungkannya.Aku bilang perahu gabus telah karam. Tinggal buih Dimana arus modal dimonopoliTapi beban hutang disosialisasi© rowopening, 13 desember 2...

Thursday, July 16, 2009

surat buat caroline

Tak sepantasnya aku buang catatanmu, Carol. Setelah bulan menggumpal dan para enterniran Boven menghìtamkan tubuhnya di tepi-tepi air, antara Brisbane dan pelabuhan-pelabuhan jauhnya. Tidak, Carol. Setelah begitu meluas seruan martir, ditulis pada topi para matros dan di topi para kerani; yang teranyam dengan ayunan tropis di Kapal-Kapal Hitam. Setelah gempuran yel-yel menusuk langìt Benua Kecil, lalu ribuan pulau di sekitarnya. Setelah jutaan tangan mengapalkan kirinya ke langit, serentak dan bersamaGerimis mesiu menggetarkan September, begitu...

nyanyian karah

Jika ini karah nabi, kenapa waris tak pernah kembaliKebun rubah jadi persil koloni dan di utara dekatnya Rumah mandor dan markas tentara.: tiap sebulan ada letup senapandengan gema mirip hantu putar kampung saban minggu Anak rembulan di pojok latar lututnya pada gemetar Jika ini karah nabi, kenapa serambi putih Jadi bisu di bawah kubah Sejuta ratap kelu dalam khutbah Kebutuhan malah sulit diomongkan; kemakmuran cuma jadi pilin merjan : tiap selapan digelar pengajian Iuran dikumpulkan saban waktu Persoalan dibiarkan dalam sedu Banyak orang terbenam...

introduksi

sambil melinting tembakau, abukuperkenalkan dirimukita rajut pilar angan barutalu keletihan di tanah sengketasejengkal bagian cita-cita sederhana esok, abu, pasar depan bakalan ramaibelantik sapi ngomong liberalisasibakul pundi sibuk restrukturisasiesok, abu, parlemen kita bakalan lebih meriahwakil-wakil menukar banyolannyadengan dolar tanpa perantarasambil melinting tembakau, abupilin saja semua keinginanmusesakit apa di ranah merdekasetangguk nasi cari sendirikemarin, abu, orang-orang bikin mìmbartinggi-tinggi bendera berkibardan demonstrasi...

pelaminan timur

Imasihkah jauh timur matahari itu, ostepuaku bertanya sebagai warga desa kelas duayang penduduknxa telah kehilangan tanah-airnyamasih jauhkah timur matahari itu, ostepuaku bermìmpi sebagai kuli batu kaliyang pada saatnya bisa bangun rumah sendiri.masihkah jauh timur matahari itu, ostepuaku ingin melihat rekah cakrawala lebih dari dambadan rayakan kemenangan sekali sajaIItelah ranum pengantin, sejak kemarincerah purnama wajah keduanyayang molek dan penuh oleh kerjao, perawan suri dan jejaka tugurrembulan punya muara di pinggulnyamatahari bersawah...

karah kiri-kiri

jika aku kawin padamu, ostepu, itu karenabenci muasal kemiskinan, dan, karena dengan api di mata, kau telah melihatNyaleluhurku, slave-workers itudari gilda-gilda di pinggiran kota, hingga Kievmakan selebaran tiap pulangsebab upahnya hanya cukup menutup utangmasa silamku, pemberontakan para budakpemogokan St.Petersburg, pekerja dengan tutup kepala bikin lumpuh seratus kotadan minggu kusam penuh darahmuka istana musim dinginkembang mulut cuci muluttelah menua bibir, berulang kusutkenapa mesti Gabon, si pendeta romanyang merasa telah penuh do'adan...

karah kenangan

kukenangkan negeri kecil yang lama terpicìnglipatan peta duoia ketiga: o, surganyabetapa semua telah tersediatanah gembur, perawan suburlumpen berotot kekar, buruh-buruh kasar,dan pasar tanpa pagarsedang dì tengahnya, surga siap dìlego kapan saja!: o, fajar baru betapa megahlangit penuh bendera dan atmosfir tertutup jubahnegeri ini cuma lubang dakon sialsedang kantung mereka penuh bola kristal!: o, tersingkap rok mini judi liberalisasikeranì-kerani negara cuma bengong-bengong sajatersihir sulap imperium asingdan bergumul dengan paha para gundiknyaku...

senandung

: bagi WSTelah makin temaram kapas, sebab haripenuh cinta,lagu buruh di jalanandan pelangi di pelupuk matadekatlah sini, selagi bìsa kupelukio, kecemasan gadis-gadis pelawankehangatan dadamu penuholeh bunga dan metamorfosaTelah makin keruh, aku mengalirtak henti suburkan sawah-sawahtanpa pematang, dan cinta depan penghulumelipat caping ke balik kutangmuKe sinilah, dekat ke ulu jamanbilik jantung kembang sepatuluruhnya para martir, juga wangi cintadi petang yang pertama(seperti yang lain, selalu ada waktu melepasmu pergidemikian juga: impi)© gunungpegat,...

megatroh

: bagi Tuti Aditamaharum tipis lenguh kerbau, lepas siang kaki telanjang, lempar baju, lempar buku; adalah pesona dunìa itu. Makin kuat angin jentera memayung dukuh Dan orang-orang memboyong siangnya penuh-penuh. Sawah-ladang, punggung kerbau, jengkerik yang terkìli dan sihir tikungan kali.“Hari ini Pekalangan ada Chi, di sekitar beji”“Seperti kemarin...”“Jagonya masih Warmin. Piala tebu dan kedondong batu”Maka hiruk-pikuk peluit jerami matras debu tegal-sawah, selepas panen sadhon adalah surga lainnya. Begitu sederhana untuk diuji jadi satriya!Lelaki...

situs kota

IHantu tanah serupa malam ia kiniYang siangnya dilebur peluh petaniDan gelap telah mengandungkan jerit hatiSesungguhnya, diam-diam Kota telah dikepung perkaraPriyayi, polisi, bupati dan tentaraBerbaris merapatkan kisi-kìsi rumahnya: siapa telah mengajarkan bahasa hantu ituDi tengah orang-orang santun dan lugu?Keonaran muncul di rumah BaluwertiBelenggu pagar tergoyangSinar dan angin telah menegurnyaHantu malam serupa tanahMengepung cikal bayangan.IIBukan sekedar debu -kataku- jika orang dari atap Jakarta ituTiba dan bicara soal kemakmuran, pengangguran...

serenada malam

Ihari sudah malam, Ufi. Benahi mainanMudalam kotak kayu. Berikut bola-bola yang di dalamnya terjaga sedih kita semuajika besok masih ada mataharikìta tendang bola lagilangsung ke ulu pagiIIhari sudah malam, Puru. Telahkah kau baca bukulihat dunia dari jendelaAjak adikmu kembalimenembang daun kisi-kisidan pinggang desa yang sendumakam leluhur para panduIII: di negeri para kumbangtelah lewat batas ambangkedekatan dan kejauhanKu nyatunyata dan tak lagi beda;kelahiranMu!© kebumen, 2...

pulang

Makin jauh malam ke tengahBerkelit dari teror kekalahanDan ke kìri tiap kali ada persimpangan: o, sepasang lagi aku temukanAnak-anak manis naik tangga ke atap cakrawalaYang bermimpi merdeka seperti dambaan bapaknyaMakin jauh malam berlabuhMakin jauhMakin jauh© Kebumen, April 2...

solitude

SOLITUDE PERTAMAdalam sunyi kersik debudalam kunci dan katup-katupdalam stupa yang tiadakegusaran jadi lembabudara yang terkiliSOLITUDE KEDUAjika sunyi tubuh kerucutonggokan piramid di laut gurunmummi-mummi asingdan kesumat para pertapaberkejaran tanpa namaSOLITUDE KETIGAdalam sunyi ayat-ayat luruhair di kurva kuning keruhjelaga di tengah serambitanggal ke kubah tepi© CandiAsu, Maret 2...

kekarah topeng

-sungguh pun ada Sahud, Simin, Parjo dan Marja-kenapa -katamu- makin banyakbadut-badut panjul kini garang ngalor-ngidulberjalan digagahkanpakai tenteng poportapi sengaja lupa bawa pelor: kerna begitulah, memanglakon para pelopor itujika berubah kendur tali kitamereka mau curi sejarah buat kedua© Caruy, 13 Maret 2...

sepotong roti

Sepotong roti di meja menteriAdalah peluh para pekerjaAdalah keluh bagi lainnyaSepotong roti di meja menteriMemadat air mata membirudi jaman makin tua membatuDan muka lebam mereka yang bekerjaTerbasuh hutang sekolam Busung udara tiap perutnyaSepotong roti di meja menteriTerpejam padri-padri tengah memilin merjanKeraguan ibu jarinya makin kentaraSepotong roti di meja menteriMenjelaskan kemiskinan telah diseduhkanSementara, makin tua suluhKegelapan bakal dibunuhDan di keruh kejunya yang bergamar keraMakin memanjang cakar gurita.Sepotong roti di meja...

tart

batu makin memberat, di bawah capingkudi ujung pelangi dan gundu globalisasiranum api tepi rimba, Yunda !ke arah mana jaman bertiup hingga© Jan 1, 2...

secang 190201

dupa belerang mengatapkan do'a siang, saudarakugalau hati seribu santrikatup jaman ke atap Jakarta: mereka telah tìup peluit pongahmereka ajarkan bagaimanacara bunuh rakyat lemahhanya dengan mata sebelah!tersungkur empat martirdarah sekubang pertigaantimah sebesar dendamusai dihambur-hamburkanorang-orang pungut nyalinyabersama gentar dan gerimisdari sedu kawah Merapimemanaskan kerak bumi© Magelang, 19 Februari 2...

tart

batu makin memberat, di bawah capingkudi ujung pelangi dan gundu globalisasiranum api tepi rimba, Yunda !ke arah mana jaman bertiup hingga© Jan 1, 2...

seorang di atas mimbar

Dari atas mimbar tinggi, seorang PadriDidampingi keraninya yang seksiBeri ceramah berapi“jika kelak ada pabrik besar di desa kitasedulur-sedulur bakalan makmursebab akan musnah penganggur!”Semua orang menyimaknya, terpesona.“begini, aku berani bertaruh kursijika kalian mau teken jual beli”Maka delapan tahun sesudahnya..Orang yang sama, di tempat yang samaTerguling dari kursinyaDan hampir semua penduduk desa tiap hariMasuk barisan kuli-kuli yang celakaSebab harus bekerja di atas tanah bekas miliknya© Nagaraji, 2...

serenada langit merah

langit merah di atas Timika. Selestinus, perjaka tugur dengan bahurata; bangun dari makam suku dan pergi dari sunyi hutan sagu. Bundanya hamparan tanah; beri ia perawan molek, hitam tanpa beha.Engkaukah, Selestinus itu? Puing beteng di timur matahari dengan tombak dekat ke bahu dan kapak pahat dari batu Ya, o ya, aku Tinus dari makam suku, karah bulan dan renjana biru Dengan mata kejora hilirkan kali, terdampar di bumi Jawa ini. langit merah di atas Timika. Memayung perawan molek bumi Papuabertahun-tahun Ia diperkosa. Mulut susunya dihisap, mulut...

serenada pertama

Jika aku pergi, setelah purnama ke tujuh hanya ada Senyap kita bagi semua. Betapa pun aku, dalam belenggu darah dan meninggalkan benih kecambah. Betapa pun, Telah kupahami bahasa akar semua perdu di ngarai desa hingga bukit di utara. Setiap jengkal ranah, kemana jejak tentujan arah; cinta tetap mengandungkan darah Jika pun aku pergi, seorang diri, bergayutan kesedihan tua dan Luar biasa. Masih ada puisi-puisi, rumah bagi hati; Oase tengah hariJika pun aku pergi, makin jauh saja dari jendela yang telah Tertutup...

serenada kedua

“Pernahkah kau dengar lenguh kerbau, wanitaku?”desau angin lingkaran renjana. Dan bertahun-tahun aku tegak di pusatnya: kemiskinandi relung tanah Tuhan.“Pernahkah kau dengar lenguhNya, wanitaku?”ketika musim bajak tiba, ketika benih lalu ditaburdan memanen di ranah subur© desember 2...

serenada kesepuluh

Candi ke sepuluh setelah gedong terakhir dan tuan kuda menarik beya, tentu akan membuat kerutan baru, entahdimana bisa ditemukan rumahMu. Padahal, begitu dekatnyasesungguhnya, rumah Kita; sebab setiap hari terus saja dilewati atau jangan-jangan cuma jelaga dalam hati.“Pasti, itu cuma teka-teki”, sergahmu. “Tugur rumah tanpa kubah”“Bukan”, aku potong. “Ia akan menjelaskan dari mana akudatang dan sekaligus mengurungkan arah mana sekiranya aku pergi meninggalkanMu”Ia dekat, begitu dekat; dan lebih tua dari hutan tua. Rimba pinus dì tanah tinggi, tempat...

purnama pagihari

bagi: ena dwi p. rembulan telah melemas di tengkukmuterkalahkan subuh pada genggam perempuandari gunung, yang berbaris dan merundukmeniti fajar dalam jebak kabut: begitu banyak tanda di kakiNyamenjelaskan sejarah hari yang sesungguhnyaena, bisakah kau putuskankepergian ke kota -lain kali- untuk menyusulnyaatau keburu kau kedinginandan meminta yang lainsebelum mati?© banjarnegara, 2...

ranum

sungguh pun telah berat, udara melindihperdu, hingga mendulum takjimnyamakin nyata dahan-dahanmengembunkan penolakanbelasan padri, dengan jubah dari suteradan jalan-jalan ke arah kotaiman di tangannya memotong ngarai duaja di atas bahu, kebat lidah-lidahmu“tetap di situ, saudarakusebagaimana telah ditetapkan tuhan yang berkenan menìadakan permusuhan”kini, telah seperti hujan, tiap hari selama inidan dalam hujan, makin mekar payung-payungjarum dan parasit menggumpallapuk pada tonggak, hamil oleh dahanrimba telah jadi suakalebat dan kumal, getah...

meeting de merlin

meeting di Merlindi serambi yang menggantungdì sarang laba-laba gunung.meeting di Merlinsegerombolan demagoger bertutur soal toga dan negara.meeting dì Merlindari atas busa retorikabergeser ke tengah podium sutera: saudara-saudara, aa aa aaaaku harap kalian semua tenang sajakrisis itu kaya buah semangka, aa aa aaayang tengah kami pecahkannasib rakyat nyata diutamakan.meeting di Merlindi luar; salah kemarau teriak ribuan pendemo: telah banyak yang kalìan omongkanmaka sebelum kamì jadi gelandanganserahkan gaji-gaji kalianyang dihimpun dari pajakdan...

serenada mengalir

serenada mengalir dari petani Nagarajiyang sekarat dan mataNya melotot sajaberalun gambang dadaNyamulut kelu, menahan badai ke dua bahu: o, langit penuh debu lempung karsitdijaga gurita dan banyak tentara!telah lepas semua kenanganbukit kapur, lahan-lahan suburlagu malaikat yang berang, menghabisinyaserenada mengalir dari lagu buruh Turasihyang tengah mengakrabi warisan kemìskinandan tergoda mulut tombak para tetangga di sebalik sìsa perdu dan bising eksplorasirubuh tubuhNya ditindih para priyayi: o, kali menghitam di tiap tegonganjaring lelakiNya...