Thursday, July 16, 2009

serenada pertama

Jika aku pergi, setelah purnama ke tujuh hanya ada
Senyap kita bagi semua. Betapa pun aku, dalam belenggu
darah dan meninggalkan benih kecambah. Betapa pun,
Telah kupahami bahasa akar semua perdu di ngarai desa
hingga bukit di utara. Setiap jengkal ranah, kemana jejak
tentujan arah; cinta tetap mengandungkan darah

Jika pun aku pergi, seorang diri, bergayutan kesedihan tua dan
Luar biasa. Masih ada puisi-puisi, rumah bagi hati;
Oase tengah hari

Jika pun aku pergi, makin jauh saja dari jendela yang telah
Tertutup daunnya; sebab kemiskinan bukan saja ada di sisi
rumah. Carut-marut jalanan telah makin jauh menyeret
langkah, ke tempat-tempat pelesiranmu dimana murung
terhanyutkan, tempat gelembung udara dipecahkan.
Dan seperti juga acap aku katakan ada ratusan desa-desa
sesungguhnya, lama menunggu kita. Tempat di mana ada
pasung buat tiap jentera yang mengurung anak-anak kita
dan di situ aku jadi aras: Gasing tanpa lenguh

Jika pun aku pergi, dan tak ingat bajuku lagi; tentu, karena
baju yang sama telah kau tanggalkan seluruhnya; tanpa sisa
Dan bagaimana aku berpikir untuk menggantinya. Jika begitu
banyak derita bagi lainnya...

Dan jika pun aku pergi, maka di sana tempatku kembali !

- Salatiga, 14 Desember 2000

0 comments:

Post a Comment